Rabu, 05 Desember 2012

Upaya Pelestarian Flora dan Fauna

Diposting oleh Unknown di 23.13 0 komentar
Beberapa jenis flora dan fauna kini semakin sulit ditemui karena banyak diburu untuk tujuan tertentu (dimakan, untuk obat, perhiasan) maupun tempat hidupnya dirusak manusia misalnya unntuk dijadikan lahan pertanian, perumahan, industri, dan sebagainya. Flora dan fauna yang jumlahnya sangat terbatas tersebut dinyatakan sebagai flora dan fauna langka. 

Untuk mencegah semakin punahnya flora dan fauna ini maka dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Ditetapkan tempat perlindungan bagi flora dan fauna agar perkembangbiakannya tidak terganggu. Tempat-tempat perlindungan ini berupa cagar alam bagi flora dan suaka margasatwa bagi fauna.


b. Membangun beberapa pusat rehabilitasi dan tempat-tempat penangkaran bagi hewan-hewan tertentu, seperti: 
• Pusat rehabilitasi orang utan di Bohorok dan Tanjung Putting di Sumatera.
• Daerah hutan Wanariset Samboja di Kutai, Kalimantan Timur.
• Pusat rehabilitasi babi rusa dan anoa di Sulawesi.


c. Pembangunan yang berwawasan lingkungan, berarti pembangunan harus memperhatikan keseimbangan yang sehat antara manusia dengan lingkungannya.


d. Menetapkan beberapa jenis binatang yang perlu dilindungi seperti: Soa-soa (biawak), Komodo, 
Landak Semut Irian, Kanguru Pohon, Bekantan, Orang Utan (Mawas), Kelinci liar, bajing terbang, bajing tanah, Siamang, macan Kumbang, beruang madu, macan dahan kuwuk, Pesut, ikan Duyung, gajah, tapir, badak, anoa, menjangan, banteng, kambing hutan, Sarudung, owa, Sing Puar, Peusing. 


e. Melakukan usaha pelestarian hutan, antara lain: 
• mencegah pencurian kayu dan penebangan hutan secara liar.
• perbaikan kondisi lingkungan hutan.
• menanam kembali di tempat tumbuhan yang pohonnya di tebang.
• sistem tebang pilih.


f. Melakukan usaha pelestarian hewan, antara lain:
• melindungi hewan dari perburuan dan pembunuhan liar.
• mengembalikan hewan piaraan ke kawasan habitatnya.
• mengawasi pengeluaran hewan ke luar negeri.


g. Melakukan usaha pelestarian biota perairan, antara lain:
• mencegah perusakan wilayah perairan.
• melarang cara-cara penangkapan yang dapat mematikan ikan dan biota lainnya, misalnya dengan   bahan peledak.
• melindungi anak ikan dari gangguan dan penangkapan.

Sumber: http://slamet-triyono.blogspot.com/2009/08/upaya-pelestarian-flora-dan-fauna.html

Peralatan yang Dibutuhkan dalam Proses Kultur Jaringan

Diposting oleh Unknown di 22.54 0 komentar

Dalam melakukan proses Kultur jaringan, tentu saja kita memerlukan beberapa peralatan - peralatan yang sesuai agar hasil dari proses tersebut baik. Berikut ini beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kultur jaringan
1. Alat Pembuatan Media
2. Alat Persiapan Eksplan (Inisiasi)
3. Alat Penanaman (Inokulasi)
4. Alat Inkubasi
Alat Aklimatisasi
1. Alat Pembuatan Media
NO
ALAT
FUNGSI
1.
Gelas becker/piala
Untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan air aquades dalam pembuatan media. Ukuran gelas piala bervariasi, 100ml, 300ml, 1000ml, 2000ml.
2.
Pipet
Untuk mengambil cairan.
3.
Timbangan
Untuk menimbang bahan kimia yang diperlukan dalam pembuatan media kultur.
4.
Spatula
Untuk mengambil bahan kimia yang diperlukan dalam pembuatan media kultur.
5.
Indicator pH/ lakmus
Untuk mengukur pH media ketika membuat media.
6.
Sendok kaca
Untuk mengaduk media saat persiapan dan saat pemanasan.
7.
Panci
Tempat memasak media.
8.
Kompor
Untuk pemanas saat memasak media.
9.
Autoklaf
Untuk mensterilkan semua peralatan dan media kultur yang dipakai dalam kegiatan kultur jaringan.
10.
Botol kultur
Tempat untuk mengkulturkan atau menanam eksplan.
11.
Plastik dan karet tahan panas
Untuk penutup pada botol kultur dan sebagai pengikat plastik dengan botol kultur.


2. Alat Penyiapan Eksplan (Inisiasi)
NO
ALAT
FUNGSI
1.
Botol kultur
Tempat untuk mengkulturkan atau menanam eksplan.
2.
Scalpel
Untuk pemotongan eksplan
3.
Gunting
Untuk memotong eksplan
3. Alat Penanaman (Inokulasi)
NO
ALAT
FUNGSI
1.
Laminar air flow/enkas
Untuk menanam eksplan ke dalam botol dalam kondisi steril atau melakukan sub kultur yang dilengkapi dengan blower dan lampu UV.
2.
Pinset
Untuk mengambil eksplan.
3.
Spatula
Untuk mengambil eksplan berupa biji/plb anggrek.
4.
Petridish
Tempat untuk memotong-motong eksplan yang akan di tanam dalam botol kultur.
5.
Bunsen
Untuk menggarang/membakar alat-alat kultur, seperti alat-alat diseksi ketika melakukan penanaman sehingga peralatan tersebut tetap steril.
4. Alat Inkubasi
NO
ALAT
FUNGSI
1.
Rak kultur
Tempat untuk menyimpan botol-botol berisi eksplan hasil inokulasi dan mengoptimalkan pemanfaatan ruangan yang ada.
2.
Air conditioner (AC)
Untuk menjaga suhu ruangan agar tetap stabil sesuai dengan kondisi suhu untuk kultur jaringan.
3.
Lampu
Untuk memberikan penerangan dan cahaya bagi pertumbuhan tanaman.
4.
Timer listrik
Untuk mengatur waktu penyinaran pada tanaman kultur.
5.
Termometer suhu ruangan
Untuk mengetahui suhu ruangan
5. Alat Aklimatisasi
NO
ALAT
FUNGSI
1.
Ember
Untuk tempat plantlet yang telah dikeluarkan dari botol yang akan dicuci.
2.
Gelas becker/piala
Tempat perendaman plantlet dengan fungisida dan bakterisida.
3.
Pinset
Untuk mengeluarkan plantlet dari botol kultur.
4.
Timbangan
Untuk menimbang fungisida dan bakterisida.
5.
Pengaduk kaca
Untuk mengaduk larutan fungisida dan bakterisida.
6.
Pot try
Tempat menanam plantlet.
7.
Kertas koran
Alas untuk mengeringkan tanaman yang sudah di rendam.
Bahan yang digunakan dalam praktek kultur jaringan antara lain:
1. Bahan untuk membuat media MS praktis
2. Bahan persiapan dan sterilisasi Eksplan
3. Bahan penanaman (Inokulasi)
4. Bahan aklimatisasi
1. Bahan Pembuatan Media
  • Media MS jadi, bahan kimia untuk pembuatan media, hyponex
  • Gula
  • Agar
  • Air
2. Bahan untuk Sterilisasi Eksplan


  • Eksplan
  • Air
  • Fungisida
  • Bakterisida
  • HgCl2
  • Klorox/pemutih pakaian
  • Alkohol


3. Bahan Penanaman (Inokulasi)


  • Alkohol
  • Air steril
  • Betadin
  • Eksplan


4. Bahan Aklimatisasi
  • Tanaman
  • Air
  • Fungisida
  • Bakterisida
  • Media (mos, pakis, arang, sterofom)

Pengaruh Media Tanam Terhadap Proses Perkecambahan

Diposting oleh Unknown di 22.42 0 komentar

Menurut para pendapat tokoh, perkecambahan biji merupakan bentuk awal embrio yang berkembang menjadi sesuatu yang baru yaitu tanaman anakan yang sempurna menurut Baker, 1950. Sedangkan, menurut Kramer dan Kozlowski, 1979, perkecambahan biji adalah proses tumbuhnya embrio atau keluarnya redicle dan plumulae dari kulit biji.

Dalam perkecambahan, biji selalu mengalami pertumbuhan dan mengalami perkembangan. Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume karena adanya penambahan substansi (bahan dasar) yang bersifat irreversibel (tidak dapat kembali). Sedangkan, perkembangan adalah proses menuju tercapainya kedewasaan yang tidak dapat diukur. Pertumbuhan dalam suatu perkecambahan biji dapat langsung diukur apabila tunasnya sudah keluar dan tumbuh. Sama halnya dengan pertumbuhan, perkembangan juga dapat dilihat dari tunas/awal, hanya saja tidak diukur melainkan melihat apa saja struktur tubuh kecambah yang mulai ada dari awal/tunas. Seperti pada awalnya, berkembang batang, akar, dan sebagainya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kecambah biji akan selalu berbeda-beda tergantung media tanam yang dipakai dan unsur-unsur yang terdapat dalam media tanam tersebut.

Media tanam merupakan media/tempat dimana tanaman/biji dapat tumbuh dan berkembang didalamnya. Contohnya seperti tanah, sekam, kapas, dan sejenis lainnya. Saat ini, di kehidupan sehari-hari atau dalam perkebunan, tanah selalu menjadi media tanam bagi benih yang akan ditanam. Tapi, dalam kegiatan penelitian, siswa-siswi selalu memakai kapas untuk perkecambahan biji mereka. Sedangkan, media tanam yang menggunakan air biasanya dikhususkan untuk tumbuhan hidroponik.

Dalam hal ini, dapat terlihat bahwa kegunaan antara berbagai media tanam itu berbeda-beda. Tidak hanya kegunaannya saja tapi pengaruhnya terhadap perkecambahan suatu biji. Pengaruh tersebut dapat disebabkan karena setiap media tanam mengandung unsur-unsur dan struktur yang berbeda-beda. Hal yang demikian itu menjadi latar belakang penelitian ini  dilakukan pada biji jagung, kacang tanh dan kacang merah, sehingga dapat dimengerti apa pengaruh media tanam terhadap perkecambahan biji tersebut.

Proses perkecambahan
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi (berarti "minum"). Biji menyerap air dari lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam bentuk embun atau uap air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar) dan biji melunak. Proses ini murni fisik.
Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberelin meningkat. Berdasarkan kajian ekspresi gen pada tumbuhan model Arabidopsis thaliana diketahui bahwa pada perkecambahan lokus-lokus yang mengatur pemasakan embrio, sepertiABSCISIC ACID INSENSITIVE 3 ,FUSCA 3 dan LEAFY COTYLEDON 1menurun perannya dan sebaliknya lokus-lokus yang mendorong perkecambahan meningkat perannya (upregulated), seperti GIBBERELIC ACID 1 GAI, ERA1, PKL, SPY, dan SLY. Diketahui pula bahwa dalam proses perkecambahan yang normal sekelompok faktor transkripsi yang mengatur auksin (disebut Auxin Response Factors, ARFs) diredam oleh miRNA.
Perubahan pengendalian ini merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya ukuran radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam, yang pada akhirnya pecah.
Tipe Perkecambahan
a. Hipogeal
Pada tipe ini  memperlihatkan terjadinya pertumbuhan memanjang dari epikotil sehingga menyebabkan plumula keluar dan menembus pada kulit bijinya yang nantinya akan muncul di atas tanah, sedangkan kotiledonnya masih tetap berada di dalam tanah. Contoh perkecambahan ini terjadi pada kacang kapri.
  
b. Epigeal
Pada tipe in hipokotil tumbuh memanjang yang mengakibatkan kotiledon dan plumula sampai keluar ke permukaan tanah, sehingga kotiledon terdapat di atas tanah. Contoh perkecambahan ini terjadi pada kacang tanah, kacang hijau


Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan
A. Faktor Dalam
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :                                                         
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979).  
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).

c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).

d. Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.

Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :

a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
1. Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan
    embrio dan endosperm.
2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya.
4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana
    akan terbentuk protoplasma baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.

c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.

d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979).     
Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.

e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah. Banyak media tanam yang bisa dipilih untuk tanaman kita. Meskipun begitu, sebagian besar kegiatan pertanian dan pertamanan sampai saat ini masih bergantung kepada tanah. Mahluk-mahluk hidup di dalam tanah membantu memecah materi sisa tumbuhan dan bangkai hewan menjadi zat hara, yang kemudian diserap oleh akar tumbuhan.

Dalam media tanam / tumbuh, tanah memiliki peran yang penting di bidang pertanian maupun perkebunan. Sebelumnya, dijelaskan terlebih dahulu, sifat fisik tanah dan apa saja yang terkandung dalam tanah sehingga menyebabkan tanah sering dipakai sebagai media tanam:
1.  Warna tanah
Warna adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Biasanya perbedaan warna permukaan tanah disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin gelap warna semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah dilapisan bawah yang kandungan bahan organik rendah lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan bentuk senyawa besi (Fe). Didaerah yang mempunyai sistem darinase (serapan air) buruk, warna tanahnya abu-abu karena ion besi yang terdapat didalam tanah berbentuk Fe 2+

2.  Tekstur tanah
Komponen mineral dalam tanah terdiri dari campuran partikel-partikel yang secara individu berbeda ukurannya. Menurut ukuran partikelnya, komponen mineral dalam tanah dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
Pasir, berukuran 50 mikron – 2 mm
Debu, berukuran 2-50 mikron
Liat, berukuran dibawah 2 mikron

Tanah bertekstur pasir sangat mudah diolah, tanah jenis ini memiliki aerasi (ketersediaan rongga udara) dan drainase yang baik, namun memiliki luas permukaan kumulatif yang relatif kecil, sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah atau tanahnya lebih cepat kering.

Tabel 1. Perbandingan hara yang terdapat dalam jenis tekstur tanah                                                             
Jenis Tekstur  
Ca
Fe2O3
MgO
P
K
Pasir   
0,08

2,53
  2,92  
5,19    
1,02
Debu
0,10

3,44
6,58    
9,42    
   2,22

Liat
0,20

4,20
5,73
17,10
1,77

Tekstur tanah sangat berpengaruh pada proses pemupukan, terutama jika pupuk diberikan lewat tanah, pemupukan pada tanah bertekstur pasir tentunya berbeda dengan tanah bertekstur lempung atau liat, tanah bertekstur pasir memerlukan pupuk lebih besar karena unsur hara yang tersedia pada tanah berpasir lebih rendah. Disamping itu aplikasi pemupukan juga berbeda karena pada tanah berpasir pupuk tidak bisa diberikan sekaligus karena akan segera hilang terbawa air atau menguap. Sedangkan, kapas memiliki struktur kapas yang lembut, dan juga memiliki daya serap air yang rendah. Sehingga, media tanam dengan kapas dapat terjaga kelembabannya, dan juga memiliki persediaan air dalam jangka waktu yang lama.

 

Nature Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez